Kontraversi Impor Beras, di Tengah Melimpahnya Produksi Beras Nasional

By Admin


nusakini.com - Jakarta, Jumat, 14/09/2018. Dirut Bulog, Budi Waseso bersama Mentan Amran, melakukan Sidak di Pasar Jaya Kramat Jati, berlanjut hingga ke Pasar Induk Beras Cipinang, di wilayah jakarta timur, sidak ini sebenarnya tidak begitu urgen karena memasuki pekan ke tiga bulan September , disaat puncak musim kering, harga eceran beras masih stabil, namun tak dapat disangkal, musim kering sekarang ini, merata di seantero nusantara, walau tidak lagi seperti masa lalu, terpaan musim kering akan berbaur dengan badai asap, akibat kebakaran hutan, yang disengaja maupun tidak.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, sejak awal tahun 2018, suda memastikan bahwa produksi gabah nasional, aman, berbagai opini dari banyak pengamat yang menggambarkan "Pesimisme" produksi gabah nasional, namun mentan tidak perna bergeming, bukan tanpa alasan, mentan memegang hitung-hitungan akurat yang updating datanya bukan hanya bulanan, hari per hari seluruh sentra produksi tidak perna lepas dari pantauan Menteri yang tidak perna berhenti bekerja ini. Kementerian Pertanian sejak 2015, menetapkan Program Luas Tambah Tanam, sebagai acuan untuk mencapai target prkduksi. Menteri Amran, menetapkan realisasi tanam wajib 1 juta hektar setiap bulan, dan program ini sudah terbukti sejak Tahun 2015, 2016, 2017, tidak perna ada gejolak harga beras di tengah tengah masyarakat, bahkan hingga akhir tahun ini, walau musim kering lebih cepat dari waktunya dan durasinya terasa lebih panjang, beras tetap stabil. Menteri Amran, sejak akhir 2016, mengumumkan optimalisasi lahan rawa dan lahan kering. Lahan Rawa yang dikenal dengan sebutan Selatan-Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, ada 10 Juta Hektar potensi lahan rawa yang dapat dikembangkan menjadi lahan sawah produktif, potensi yang sudah mulai digarap baik di Sumsel maupun Kalsel, produktivitas 3 kali masa tanam sudah mencapai 4,5 ton/ha. Menteri Amran, semakin optimis, swasembada pangan hanya di ujung kaki, kembali ke awal, sidak yang dilakukan Dirut Bulog, Budi Waseso dengan Menter Amran, sejak dari Pasar Jaya hingga ke Pasar Induk Beras Cipinang, tidak ada masalah berkaitan dengan distribusi, stok maupun harga, terutama harga baik ditingkat eceran maupun kulakan menunjukkan tingkat penurunan harga dibandingkan Harga Eceran Tertinggi. Pedagang maupun Konsumen tidak ada yang mengeluh.

Stok Beras di PIBC Melimpah.

Sidak yang berlangsung di PIBC, sekitar jam 09.00, Wib, di pagi hari Jumat, kemarin. Menteri Amran bersam Dirut Bulog, Budi Waseso, disambut Dirut Food Station Jakarta, Arif Adi Prasetyo, mentan dan kabulog, langsung menghampiri, para pedagang kulakan, kedua petinggi yang bertanggung jawab untuk ketersediaan beras ini, langsung kaget, melihat tumpukan beras yang menggunung hampir disemua kios beras yang ada di PIBC. Dirut Bulog, Budi Waseso, langsun menanyakan sumber pasokan beras yang begitu banyak dan pedagang beras disana mengakui pasokan beras dari sentra di pulau jawa, masih lancar dan banyak bahkan mulai pekan kedua bulan september ini, beras dari Sulawesi Selatan, mulai masuk ke PIBC. Menteri Amran tampak tersenyum, dengan pengakuan para pedagang beras yang menjual beras medium pada kisaran Rp. 8200 hingga Rp. 8400/Kg, di bawah HET Pemerintah. Dirut Food Station Jakarta, Arif Adi Prasetyo, melaporkan, meski musim kering, pasokan beras dari Jabar, Jateng dan Jatim, setiap hari rata-rata 4700 ton, masuk PIBC bahkan saat ini Pak Menteri dan Pak Kabulog, gudang beras PIBC, penu hingga 2 kali lipat dari batas normal, saat ini ada 47.000 ton sedang batas normal hanya 22.000 hingga 25.000 ton, dan arus beras masuk dari kampung menteri pertanian, mulai masuk pungkas Arif. 

Dirut Bulog, Budi Waseso, menanggapi laooran tersebut tampak senang bercampur was-was, senang dan was-was bukan tidak beralasan, karena saat ini menurut Buwas, panggilan akrab dirut bulog, gudang bulog juga penu ada 2,7 juta ton stok beras bulog, dan serapan terus berlangsung bahkan saat ini bulog sudah menyewa gudang milik TNI AU, untuk 500.000 ton. (pr/eg)